Sehingga, menurut dia, putusan MK tersebut memberikan dampak positif baik bagi penyelenggara pemilu, partai politik (parpol) peserta pemilu, hingga para calon anggota legislatif (caleg) yang akan ikut berkontestasi.
“Penyelenggara pemilu bisa lebih fokus tanpa terbayang-bayangi oleh perubahan sistem. Begitu pun parpol sebagai peserta pemilu akan lebih maksimal mempersiapkan langkah-langkah menuju pemilu 2024, termasuk para caleg,” ujarnya.
Menurut dia, sistem proporsional terbuka merupakan representasi pilihan rakyat terhadap wakilnya di parlemen.
Sebelumnya, Majelis hakim Mahkamah Konstitusi menyatakan menolak permohonan Para Pemohon pada sidang perkara gugatan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), sehingga sistem pemilu proporsional terbuka tetap berlaku.
“Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Anwar Usman ketika membacakan putusan di gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta Pusat, Kamis.
Dalam persidangan perkara nomor 114/PUU-XX/2022, Hakim Konstitusi Saldi Isra mengatakan bahwa para Pemohon mendalilkan penyelenggaraan pemilihan umum yang menggunakan sistem proporsional dengan daftar terbuka telah mendistorsi peran partai politik.
Menurut Mahkamah, tuturnya melanjutkan, sesuai dengan ketentuan Pasal 22E ayat (3) UUD 1945 yang menempatkan partai politik sebagai peserta pemilihan umum anggota DPR/DPRD, dalam batas penalaran yang wajar, dalil para Pemohon adalah sesuatu yang berlebihan.
“Karena, sampai sejauh ini, partai politik masih dan tetap memiliki peran sentral yang memiliki otoritas penuh dalam proses seleksi dan penentuan bakal calon,” ujar Saldi Isra
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Tasrief Tarmizi
COPYRIGHT © 2023
Sumber: www.antaranews.com